“Kini persidangan memasuki tahap lanjutan, mungkin dengan susunan Majelis baru, karena yang lalu sudah kocar-kacir. Agenda penting dan menentukan nanti adalah “Pembuktian” baik bukti surat maupun saksi.
Disini rakyat se Indonesia dapat menyaksikan “babak akhir” gonjang-ganjing itu. Mampukah Jkw menunjukkan ijazah aslinya ? Jika tidak, tamat riwayatnya. Tanpa perlu menunggu vonis, rakyat sudah bisa menghakimi.
Ketika saat itu ijazah Jkw masih juga sembunyi, maka rakyat boleh melakukan “selebrasi kemenangan”.
Hari-hari keruntuhan Jkw dimulai. Lagu “the fnal countdown” Europe sudah saatnya digelegarkan. Bukan untuk meroket tetapi meluncur hancur babak belur. “
M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
“…di hatinya tidak ada rakyat, tampangnya doang yang merakyat. Di hatinya hanya ada oligarki.” Rizal Ramli, altivis-ekonom
Tampang seseorang bisa dipoles. Yang tadinya mukanya buluk warna tanah dibuat sedikit terang (glow), rambut diminyaki, kulit dilulur, dan baju dipakaikan putih agar tampak bersih dari segala dosa. Tampak sederhana. Juga terlihat merakyat. Itu hasil make up dan facial wajah. Tapi ada yang tertinggal, yakni meng-upgrade otak. Di media dikutip, tampang deso otak internasional. Padahal sesungguhnya isi kepalanya nol besar!
Jika warga hanya melihat tampang pejabat dari penampilan atau tampilan luarnya dan janji-janjinya yang manis, maka siap-siap tertipu, sebab janji gampang diucapkan dan penampilan luar bisa dibuat atau direkayasa.
Namun jika yang dilihat apa yang telah dilakukan, atau rekam jejak, tentu hal ini akan mengurangi akibat buruk dari tertipu. Lebih jauh lagi jika tidak hanya track record tapi ke asal usul keturunan dan pendidikan yang telah ditempuh, maka ada jaminan kualitas, calon pejabat.
Itulah mengapa orang tertipu. Sebab sejak awal tidak menggunakan akal sehat dan kriteria dalam menilai. Padahal nasib sekian juta orang di tangannya.
Jika pada awalnya tertipu oleh gaya dan citra, lalu cepat menyadari, maka itu adalah baik. Tapi jika sudah tertipu terlalu lama hingga hampir satu dasa warsa itu musibah. Namun jika sudah tahu si pejabat adalah penipu tapi tetap mendukung karena ada sesuatu kepentingan maka itu khianat.
Namun lebih khianat lagi jika si pejabat yang bloon itu dimanfaatkan untuk menipu warga banyak untuk kepentingan bisnis dan politiknya itu bukan hanya khianat tapi adalah kejahatan! Apa yang diucapkan dan dan dilakukan sudah diskenariokan oleh sutradara. Walau ada sesekali ucapan bodoh di luar skenario.
Nah, ada orang-orang yang merasa tertipu dengan ki lurah, yang dulunya pendukung berat. Kini menjadi kecewa berat. Termasuk orang partai, padahal mereka yang mengusungnya. Seakan mereka mau cuci tangan dengan drama menangis, yang dulu dibela mati-matian. Itulah dosa-dosa pendukung dan partai pengusung, yang menjual ‘kodok dalam karung’.
Tapi ia tertipu sekian tahun. Jadi selama ini tutup mata melihat fakta, pazel fakta yang berserakan dan jika hal itu disatukan maka akan membentuk gambaran kepalsuan yang sempurna dengan niat kejahatan untuk menghancurkan negara.
Siapa di balik ki lurah?
Secara resmi tidak ada infonya. Tapi tentu ada berita bocoran, di luar media mainstream dan analisis fakta, antara ucapan, janji dan apa yang dikerjakan tidak singkron, maka itu adalah ki lurah menjalankan agenda mereka, para penjahat politik.
Ki lurah memang telah menipu dan ia adalah penipu, tapi pada hakekatnya ia telah tertipu oleh ulahnya sendiri. Ia tidak bisa lari, ia akan diadili, jika tidak di dunia, maka ia akan diadili di akhirat. Itu pasti!!
Jika demikian yang dijalankan adalah agenda jahat yang melenceng dari jalan konstitusi, maka akankah tujuan merdeka itu akan tercapai?
Tentu jawabnya, tidak!
Jalan keluarnya adalah warga harus melakukan perubahan. Meluruskan jalan dan meratakan keadilan. Ingat amanat konstitusi, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menyejahterakannya.
Jika warga hanya melihat orang atau calon pejabat atau pejabat dari penampilan atau tampilan luarnya dan kata-katanya yang manis, maka siap-siap tertipu, sebab penampilan luar bisa dibuat atau direkayasa. Namun jika yang dilihat apa yang telah dilakukan, atau rekam jejak, tentu hal ini akan mengurangi akibat buruk dari tertipu. Lebih jauh lagi jika tidak hanya track record tapi ke asal usul keturunan dan pendidikan yang telah ditempuh maka ada jaminan kualitas, calon pejabat. Propaganda media juga yang mempengaruhi pikiran orang.
Padahal, manusia punya akal sehat, yang mampu menilai sesuatu dengan baik, agar tidak tertipu. Orang awam tertipu boleh dikatakan wajar, tapi orang pintar tertipu, apa mau dikata. Apes seapes apesnya.
Itulah mengapa banyak orang tertipu.
Jika pada awalnya tertipu oleh gaya dan citra, lalu cepat menyadari, maka itu adalah baik. Tapi jika sudah tertipu terlalu lama hingga hampir satu dasa warsa itu musibah. Namun jika sudah tahu si pejabat adalah penipu tapi tetap mendukung karena ada sesuatu kepentingan maka itu khianat.
Namun lebih khianat lagi jika si pejabat yang bloon itu dimanfaatkan untuk menipu warga banyak untuk kepentingan bisnis dan politiknya itu bukan hanya khianat, tapi adalah kejahatan!
Nah, ada orang-orang yang merasa tertipu dengan ki lurah. Tapi ia tertipu sekian tahun. Jadi selama ini tutup mata melihat fakta, pazel fakta yang berserakan dan jika hal itu disatukan maka akan membentuk gambaran kepalsuan yang sempurna dengan niat kejahatan untuk menghancurkan negara. Gunakan akal sehatmu. Hidupkan akal sehatmu, kata tokoh kita selalu mengingatkan (RG).
Siapa di balik ki lurah?
Secara resmi tidak ada infonya. Tapi tentu ada berita bocoran, dan analisis fakta, antara ucapan, janji dan apa yang dikerjakan tidak singkron, maka itu adalah ki lurah menjalankan agenda mereka, para penjahat politik.
Ki lurah memang telah menipu dan ia adalah penipu, tapi pada hakekatnya ia telah tertipu oleh ulahnya sendiri. Ia tidak bisa lari, ia akan diadili, jika tidak di dunia, maka ia akan diadili di akhirat. Itu pasti!!
Jika demikian yang dijalankan agenda jahat yang melenceng dari jalan konstitusi, maka akankah tujuan merdeka itu akan tercapai?
Tentu tidak!
Jalan keluarnya adalah warga harus melakukan perubahan.
Banyak yang menyangkal keabsahan Jokowi antek asing dan aseng, terlebih lagi Jokowi ternyata anak Cina, lalu apa kata Sri Bintang Pamungkas?
Menurut politisi kawakan yang pernah keluar masuk penjara di era rezim Orde Baru, Dr Ir Sri Bintang Pamungkas, sebagaimana pernah dimuat di Suara Islam edisi 174, di Indonesia terdapat tiga kelompok etnis Cina. Pertama, adalah mereka yang masih berkiblat kepada pemerintah RRC.Kedua, adalah mereka yang berkiblat pada pemerintah dan hukum Indonesia dan sepenuh hati loyal kepada Republik Indonesia. Ketiga, kelompok Cina Perantauan atau Hoakiauw.
Kelompok Hoakiauw inilah yang terbesar dan mereka hanya menjadikan Indonesia sebagai tempat mencari hidup saja, mereka berlaku seolah-olah Indonesia miliknya, tetapi kekuasaan, hukum dan lain-lain adalah mereka yang punya; singkatnya, hidup mereka seperti benalu.
Hanya saja, mereka punya akar-akar seperti pohon beringin yang menjadikan mereka bisa hidup abadi, meskipun Pribumi Indonesia mati.Di seluruh dunia, sikap hidup para Tartaris adalah seperti itu; tetapi hanya Indonesia yang dengan mudah ditaklukkan, di samping yang sudah lebih dulu. Kelompok Tartar ini mau menjadikan Indonesia seperti Singapura.
Ketika bujukan untuk pindah ke Jakarta menjadi Gubernur DKI itu termakan untuk selanjutnya diiming-imingi menjadi capres, itulah saatnya Jokowi mulai diperangkap oleh kelompok Tartar itu.
Padahal kejahatan kelompok Tartar, sudah terdeteksi sejak awal 1970-an, dimana mereka para kelompok Cina yang berusaha menguasai Nusantara. Mereka pulalah yang mempengaruhi Jokowi untuk hijrah ke Jakarta dan menjadi capres.
Menurut Sri Bintang, kelompok Tartar ini menjadi kuat setelah bergabung dengan kelompok Nasrani Kharismatik; atau sebaliknya. Para pendukungnya, antara lain, adalah dari kelompok Lippo dan Ciputra; dan masih banyak lagi yang bisa disebut.
Dan di belakang mereka adalah pemikir dan pemain legendaries di era Orba bahkan sampai sekarang seperti CSIS. Merekalah yang berusaha membelokkan Republik Indonesia dari cita-cita Proklaamasi 1945.
Dalam sejarahnya, menurut Sri Bintang, keinginan untuk menguasai Nusantara dari para Tartaris ini sudah mulai ada sejak abad ke 5 atau 6 Masehi.
Istilah Tartar mulai muncul ketika pada akhir 1100-an dan awal 1200-an, ketika orang-orang Mongol membangun dinasti di Daratan Cina. Mereka mengikuti gerakan sebelumnya untuk menguasai Nusantara yang kaya dan makmur.
Banyak ekspedisi perang mereka yang dikirim ke Nusantara, termasuk semasa kejayaan Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit. Tetapi mereka selalu dikalahkan. Tentara Tartar yang dihancurkan oleh Raden Wijaya, pendiri Majapahit itu, adalah tentara gabungan antara orang-orang Cina dan Mongol. Mereka berjiwa penjajah dan berperilaku kejam sekali.
Namun kemudian pada abad-abad berikutnya, mereka mulai bermigrasi ke Nusantara secara besar-besaran, bebas dan tidak kentara, sesudah jatuhnya Kerajaan Majapahit dan muncullah Kasultanan-Kasultanan Islam; serta bersamaan dengan masuknya para penjajahBarat seperti Portugis, Inggris dan Belanda.
Nafsu orang Cina Hoakiauw untuk menguasai Nusantara atau Indonesia itu hidup terus sejak jaman Belanda hingga sekarang. Rusaknya rezim-rezim penguasa, dimulai dari Soeharto sampai SBY sekarang, yang justru memberikan peluang bagi terwujudnya nafsu penjajahan oleh para Tartaris itu.
Memang diakui, tidak semua orang Cina di Indonesia mempunyai jiwa Tartarisme seperti itu; tetapi jumlah mereka sedikit sekali. Terlebih-lebih, ketika para Tartaris itu bergabung dengan kelompok non-Muslim, khususnya, kaum Nasrani, yang juga sudah masuk ke Indonesia sejak para penjajah Barat masuk Indonesia.
Lebih khusus lagi ketika masuk pada awal 70-an juga, kelompok Nasrani Kharismatik. Kelompok ini berasal dari Orde Pentecosta di Israel, mulai berkembang di Inggris, lalu Amerika Serikat, bahkan diterima oleh Vatikan di samping kelompok Katholik Roma.
Mereka masuk ke Indonesia melalui Timor-Timur kemudian Surabaya.Mereka membangun jaringan besar dan luas di seluruh Indonesia, terutama Jawa, dengan dana luarbiasa besarnya. Aseng dan Asing.
Banyak rakyat Indonesia yang belum mengetahui, dibalik sikap Jokowi yang kelihatannya merakyat dan selalu memakai baju putih itu, sesungguhnya dia sejak sebelum menjadi Walikota Solo (2005) adalah antek Aseng (Cina Hoakiauw/Cina Perantauan).
Jokowi (Joko Widodo) sesungguhnya masih keturunan Cina asli dari Solo, sebab ayah kandungnya adalah Oey Hong Liong dan ibunya Sudjiatmi, perempuan asli Jawa. Bahkan Jokowi memiliki nama asli Cina, Wie Jo Koh dan leluhur Jokowi yang pertama kali datang ke Indonesia pada zaman Belanda bernama Wie Jok Nyam.
Hal itu menunjukkan Jokowi keturunan Cina bermarga Wie, dimana leluhurnya berasal dari daratan Cina. Maka tidaklah mengherankan jika dibelakang Jokowi selalu berdiri tokoh-tokoh konglomerat hitam Cina demi membantu Jokowi agar berhasil merebut kursi Walikota Solo, kursi Gubernur DKI Jakarta dan akhirnya nanti kursi RI-1.
Ketika mencalonkan Walikota Solo berpasangan dengan FX Hadi Rudyatmo (Ketua PDIP Solo) tahun 2005, Jokowi didukung habis-habisan dengan pendanaan dari Lukminto, seorang Cina Solo pemilik pabrik tekstil terbesar di Indonesia bahkan produknya telah mendunia karena dipakai sebagai seragam pasukan NATO, PT Sri Rejeki Isman Textile (PT Sritex) yang memiliki pabrik besar di Sukoharjo.
Tidak hanya Lukminto, tetapi para bos Cina lainnya di Solo seperti bos PT Konimex juga ikut mendukung pendanaan untuk kedua pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota tersebut. Sebab sebelum menjadi Ketua PDIP Solo, Rudy adalah Ketua Serikat Buruh PT Konimex yang dikenal perusahaan yang memproduksi obat-obatan tersebut. Akhirnya Jokowi-Rudy berhasil menang pada Pilkada 2005 dan dilanjutkan pada Pilkada 2010.
Demikian pula pada Pilgub DKI tahun 2012 lalu, pasangan Jokowi-Ahok didukung dana triliunan rupiah dari para Cina Hoakiauw dan konglomerat hitam seperti James Riyadi dan Antony Salim, anak konglomerat hitam pendiri Lippo Group Muchtar Riyadi, dan Liem Swie Liong pendiri Salim Group dan BCA.
Padahal Mochtar Riyadi dan Liem Swie Liong serta Syamsul Nursalim dan para Cina Hoakiauw lainnya dikenal sebagai “Para Perampok BLBI” tahun 1998 lalu yang mencapai jumlah total Rp 660 triliun.
Namun sayangnya, mereka justru “dimaafkan: oleh Presiden Megawati ketika berkuasa 2001-2004 lalu, meski baru mengembalikan 30 persen hasil jarahannya bahkan ada yang baru mengembalikan 10 persen saja.
Sekarang yang menanggung pembayaran hutang Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tersebut adalah rakyat Indonesia dicicil melalui APBN setiap tahunnya dan itu belum tentu akan lunas hingga 50 tahun mendatang. Sedangkan para anak konglomerat hitam seperti James Riyadi dan Antony Salim sekarang justri berdiri dibelakang Jokowi untuk mengincar kekuasaan dan kembali menjarah negeri ini jika kelak Jokowi akhirnya terpilih menjadi Presiden RI.
Jika pada Pilgub DKI para konglomerat hitam itu telah menggelontorkan dana hasil rampokan BLBI puluhan triliun rupiah dan akhirnya berhasil mendudukkan Jokowi-Ahok di kursi Gubernur dan Wagub, maka pada Pilpres nanti diperkirakan mereka akan mengelontorkan dana ratusan triliun rupiah demi mendudukkan Jokowi di kursi RI-1 dan mereka menginginkan RI-2 berasal dari tokoh Kristen atau Katolik.
Dana sebesar itu akan disokong para konglomerat hitam di dalam negeri dan luar negeri terutama pada Hoakiauw di Asia Tenggara, dimana mereka sekarang sering mengadakan pertemuan di Singapura. Jadi sesungguhnya masa depan Indonesia sedang ditentukan dari Singapura jika Jokowi sampai berhasil menguasai Istana.
Tidak hanya menjadi antek aseng, ternyata Jokowi juga menjadi antek asing terutama AS. Terbukti awal 2012 lalu sebelum Jokowi maju untuk pencalonan Gubernur DKI, Dubes AS Scott A Marciel sempat berkunjung ke Solo dan bertemu Jokowi. Diduga keduanya bertemu untuk membicarakan pencalonan Jokowi guna merebut kursi DKI-1.
Bahkan akhir beberapa bulan lalu Jokowi bersama Megawati bertemu dengan para Dubes negara-negara Barat termasuk AS dan Vatikan di sebuah rumah pengusaha Cina anggota jaringan Yahudi Internasional di Jakarta. Pertemuan yang sesungguhnya rahasia tersebut ternyata berhasil dicium insan pers, namun Jokowi tetap tidak mau menyebutkan apa isi pembicaraan antara dirinya dengan para Dubes negara-negara Barat dan Vatikan tersebut.
Namun liciknya Jokowi, untuk meredam kecurigaan umat Islam kalau dirinya sebenarnya antek asing dan aseng, Jokowi awal bulan ini sengaja mengunjungi para tokoh Islam dari kalangan Muhammadiyah dan NU yang kemudian dilanjutkan dengan mengadakan pertemuan dengan para Dubes negara-negara Timur Tengah di Jakarta. Hal itu dimaksudkan untuk mengelabui umat Islam Indonesia sekaligus pada Pilpres nanti agar memilih Jokowi, jadi sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.
Dengan demikian sesungguhnya jika Jokowi terpilih menjadi Presiden RI pada Pilpres 9 Juni nanti, maka akan menjadi momentum untuk mengubah Indonesia menjadi Singapura kedua atau menjadi Indonesia negara satelit RRC.
Pasalnya, kelompok konglomerat hitam Hoakiauw yang menjadi geng Jokowi saat ini sudah menguasai 70 persen perekonomoan nasional, jika nanti dia berkuasa praktis akan menguasai politik nasional. Jika politik dan ekonomi sudah dikuasai satu kelompok mafia Hoakiaow, maka pertanda akan tamatlah NKRI dan kemunduran besar bagi umat Islam Indonesia yang saat ini mayoritas mutlak 88 persen.
Dapat dipastikan para konglomerat hitam geng Hoakiauw yang berkolaborasi dengan Kristen dan Katolik Fundamentalis itu akan berusaha keras sekuat daya dan tenaga untuk mengkristenkan dan mengkatolikkan umat Islam Indonesia, yang dulu selalu gagal dilancarkan penjajah Belanda meski mereka berkuasa selama 350 tahun atas Nusantara.
Sebab sesungguhnya mereka telah menunggu 1.000 tahun sejak Kerajaan Singosari, sekarang mereka berfikir mumpung Wie Jo Koh sedang berkuasa di Indonesia, kapan lagi waktunya kalau tidak sekarang untuk menguasai Nusantara sekaligus mengkristenkan umat Islam sehingga menjadikan Indonesia Negara Kristen Republik Indonesia (NKRI). (yd)
Kasus ijazah palsu yang melibatkan pejabat belum selesai. Artinya, terhambat oleh suasana politis, yang tidak terkait dengan persoalan hukum itu sendiri.
Sebab ketika perkara itu diajukan seorang bernama Bambang Tri malah ia yang ditangkap aparat dengan kasus bukan yang terkait dengan yang ia ajukan ke pengadilan, Jakarta Pusat. Dengan belum selesai, belum jelas, suatu saat akan terus ditanyakan orang, maka semakin menggantung. Dan terus akan ditanyakan lagi tentang kebenarannya.
Soal penangkapannya itu sendiri, tentu warga menangkap atau menduga, itu terkait politis, sebab hak warga negara untuk membuktikan keaslian ijazah pejabat negara agar ada kejelasan, terang di mata hukum.
Seorang ahli hukum pidana menyatakan, bantahan rektor UGM tentang ijazah terkait, tidak ada nilainya. Tentu secara hukum harus dibuktikan di pengadilan.
Ada saran lain, sederhananya, tunjukkan ijazah yang aslinya, maka kasus itu akan selesai dengan sendirinya. Atau yang pejabat yang diperkarakan, mungkin mengutus orang, untuk tunjukkan ijazah aslinya di depan pengadilan.
Solusi hukum yang diajukan Bambang Tri dengan kuasa hukumnya belum berjalan sebagaimana mestinya, oleh karena itu, tentu warga masih bertanya-tanya, dan akan terus ditanyakan orang, walaupun nanti pejabat itu sudah lengser, tetap akan dipertanyakan. Sebab, itu adalah kasus penipuan, termasuk pidana.
Warga negara ditipu untuk tujuan menduduki jabatan.
Tentu soal sesorang, atau seseorang dalam lembaga ikut terlibat dalam konspirasi ini maka hukumlah yang akan menimbangnya, berkaitan dengan peran mereka, seberapa tingkat pelanggarannya, atau kesalahannya.
“Jadi pada hemat saya, semestinya polisi tidak usah menahan BTM ketika dia sedang mengajukan gugatan “ijazah palsu Jokowi” ke pengadilan. Biarkan persidangan berlangsung dan kita nanti putusan pengadilan apakah ijazah Jokowi palsu atau tidak. Sebaliknya juga semestinya para pengacara BTM tidak mengemukakan alasan karena BTM ditahan sulit mengumpulkan bukti-bukti dan kemudian mencabut gugatan.
Sebagai pengacara, mestinya mereka memberi advis kepada BTM agar meneruskan gugatan. Ibarat kata pepatah: berjalan harus sampai ke ujung, berlayar harus sampai ke tepi. BTM juga harus dengan ksatria menerima apapun putusan pengadilan nantinya, gugatannya dikabulkan atau ditolak dengan segala implikasinya. Begitu pula Jokowi.
Hukum sesungguhnya adalah mekanisme untuk menyelesaikan konflik secara adil, damai dan bermartabat. Kita tidak perlu berkelahi di jalanan atau saling serang-menyerang di media sosial tanpa kesudahan. Bawa persoalan itu ke pengadilan dan biarkan hakim memberikan putusan yang adil. Beri dukungan kepada pengadilan untuk bersikap demikian, jangan ditekan-tekan apalagi diintimidasi.”
..
“Tapi sayang, BTM ditangkap dan dijebloskan dalam tahanan. Sayang pula, Eggi dan Khoizinudin mencabut gugatan yang telah memasuki persidangan itu.
Akhirnya hukum tidak menjalankan fungsinya untuk memberi kata putus terhadap sebuah persolan yang dipertikaikan. Sementara kontroversi politik akan terus berlanjut tanpa tanda-tanda kapan akan berakhir. ” Yusril Ihza Mahendra (pengacara), rmol.
Sukibul dengan tampang bloon memang sekilas betul-betul bloon, kata orang kulon, jahil murakab, tapi ia juga ternyata dari tampangnya itu menipu orang banyak. Entah dari mana ia punya ide untuk menipu orang-orang sehingga ia bisa menduduki sebuah jabatan walikota.
Yang jelas ia hanya lulusan formal sd (sekolah dasar) dan untuk selanjutnya ia palsukan semua ijazah mulai dari smp sampai perguruan tinggi. Dengan semua ijazah palsunya itu ia merasa berhak menyandang gelar insinyur di depan namanya. Padahal ia tidak pernah belajar di sekolah formal setinggi itu, dan jika pun sekolah tidak pernah naik kelas, karena ia terlalu bodoh. Mungkin tidak bakat jadi orang pintar. Ijazah yang ia gunakan memang asli tapi ternyata ia gunakan ijazah orang lain. Ijazah orang asli dan yang palsu adalah penggunanya yang bukan miliknya. Tapi anehnya itu diterima dan dikuatakan oleh lembaga negara, yang tentu saja bisa jika orang-orangnya dikondisikan dan dibeli.
Ia dibawa ke kota oleh bekas prajurit tua yang sudah lama luntang lantung tak memiliki kerjaan. Jangan bilang ia makelar politik, tapi memang kenyataannya demikian.
Dengan tampangnya yang bloon si promotor coba promosikan sesuai karakternya dengan tampilan lagak orang kecil, naik becak, membengkel, makan lesehan, masuk got keluar got atau gorong-gorong, dan berbagai tampilan mengesankan wong cilik. Kasih beras sekantong dan uang sepeser. Tentu sambal nyengir gaya kuda. Dengan pemberitaan massif, juga kesaksian orang-orang. Propaganda itu akhirnya membuat beberapa orang terpengaruh, terperangkap kepalsuannya. Tapi sebenarnya terpengaruh duit.
Pada awalnya ia memang merasa bahwa itu bukan dirinya. Tapi, lama-kelamaan ia semakin terbiasa dengan peran itu, yang mungkin dianggap sebagai aktor picisan dalam drama politik, dengan misi untuk kepentingan kalangan pemodal. Sebab, dalam setiap kesempatan ia katakan ia tanpa modal, yang artinya dimodalin untuk membeli suara, orang-orang yang akhirnya tertipu.
Jika ditelisik lebih jeli maka akan terlihat. Ia sebagai orang yang menyandang kesarjanaan tentu sedikit banyak membaca literatur dan terbiasa berpikir sistematis. Tapi anehnya ia berbicara sekian menit saja sudah ngelantur tidak karuan juntrungnya. Dengan begitu ia selalu bertumpu pada teks. Juga dalam dialog ia pakai teks, seperti orang akan mentas dalam suatu drama. Kalau cuma baca tentu orang bisa, tapi apakah kontennya dipahami? Oleh karena itu ucapan dan gerak sering tidak singkron.
Di poto ijazah ia berkaca mata, setelah tua tanpa kaca mata. Itu suatu keanehan. Orang kalau berumur tentu perlu kaca mata, dan apalagi seorang pembaca. Tentu saja ijazah itu milik orang lain dan bukan milik dirinya, bukan Sukibul.
Tapi Sukibul dasar otaknya sudah tertutup kabut kejahilan maka sebanyak apapun pengetahuan digelontorkan tetap mental sulit disimpan dan dicerna. Memori lemah dan sirkuit rendah. Tentu saja ia masih bisa untuk mengunyah informasi yang ringan dengan kata-kata yang sederhana yang siap diucapkan, tapi itu hanya sepotong kalimat.
Kata-katanya sungguh tidak mengesankan, seperti kosong tanpa bobot, tanpa isi.
Tentu saja kata-kata yang diucapkan adalah cermin dari isi pikiran yang dimunatahkan. Jika otaknya ada tapi tanpa isi maka yang keluar adalah semacam gelembung-gelembung udara yang mengapung ke angkasa. Oleh karena otak tanpa pikiran maka setiap tindakannya menimbulkan kerusakan. Isi otak inilah yang tidak dapat dipalsukan. Sebab setiap orang memiliki kapasitasnya masing-masing.
Dengan akibat kerusakannya selama ini karena ia ternyata orang yang telah memalsukan identitasnya sendiri, mulai dari asal-usulnya, ijazah dan semua yang diperlihatkan dibantu media, siapa yang akan bertanggung jawab atas semua itu?
Semua orang yang ikut terlibat dalam skenario itu tentu harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di depan hukum. Tidak boleh ada orang, sekelompok orang atau siapapun yang berdiri di atas hukum, atau tanpa hukum, mengangkangi hukum dan melecehkan keadilan.
Tanpa identitas adalah sesuatu yang kosong tidak memiliki tanda atau warna, sehingga sulit untuk diidentifikasi atau ditandai. Jika seseorang tanpa identitas maka apa yang ia lakukan dan apa yang pejabat catatan sipil akan lakukan, atau lembaga administrasi? Itu artinya jika seseuatu atau sesorang atau kelompok orang tanpa identitas maka sulit untuk dikategorikan, atau dinamai sebagai apa, atau ditandai sebagai sesuatu.
Mungkinkah politik tanpa identitas? Mungkin saja. Tapi bagaimana menghilangkan identitas warga negara?
Padahal keberadaan masyarakat telah membawa identitas yang di dalamnya terdiri dari banyak etnis, ras, agama, budaya dan sebagainya. Hanya saja memang pada mulanya masyarakat itu homogen yang terdiri dari keluarga dan para kerabatnya. Namun, seiring perkembangan waktu masyarakat semakin kompleks, yang terdiri dari berbagai ras, agama, pekerjaan dan sebagainya. Biasanya masyarakat yang terakhir ini adalah masyarakat urban, atau perkotaan. Masyarakat seperti ini juga multi etnis dan multi kultur.
Apa masalahnya jika masyakat semakin kompleks? Pemimpinnya harus mampu mengelola perbedaan itu, dan bukan memanfaatkan perbedaan itu untuk tujuan kepentingan pribadi dan jangka pendek dengan mengadu domba. Jika pengelolaan itu dengan baik dan bertujuan jauh ke depan maka akan terjadi harmoni yang berkelanjutan. Tapi jika pemimpinnya berpikir pendek dan hanya mengejar kepentingan pribadi dan kelompok, tujuan sempit, maka friksi akan semakin menganga di masyarakat. Kedamaian dan harmoni tak akan terjadi.
Oleh karena fakta itu maka identitas dalam politik itu adalah suatu kemestian. Yang tidak boleh dilakukan pemimpin atau politisi atau masyarakat adalah mengolah politik identitas untuk menjadikan manfaat pribadi atau kelompok untuk tujuan sesaat.
Amerika saja yang disebut sebagai kampiun demokrasi selama puluhan tahun baru sekali presidennya yang etnis afro amerika. Sebenarnya hal itu bisa saja bersifat alami atau rekayasa sosial atau politik, asalkan seorang pemimpin itu memiliki karakter sebagai pemimpin dan sadar akan kepemimpinannya, bahwa ia pantas sebagai pemimpin karena, di antaranya cerdas, amanah, jujur dan berani. Artinya memang jejak langkahnya sudah diketahui dan bukan rekayasa. Juga tidak dikendalikan oleh kekuatan lain yang memiliki modal dan bisnis.
Jika itu yang terjadi maka pesan konstitusi agar keadilan terlaksana dan kesejahteraaan sebanyak-banyaknya dinikmati oleh sebanyak-banyaknya warga tidak akan menjadi kenyataan. Yang justru terjadi adalah ketidakadilan dan ketimpangan sosial, dan lainnya saling terkait.
Yang terpenting identitasnya asli dan bukan identitas palsu, atau memalsukan identitas untuk kepentingan politik!
О себе, о женщинах, об особенностях женского организма, об изменениях, связанных с возрастом. О красоте и здоровье, о том, чтобы сохранить их в условиях дефицита времени. О том, как сделать так, чтобы чувствовать себя королевой, чтобы окружающие видели её в вас.
Writing can be anything for anyone but for me it's to express the overwhelming feelings I feel that cannot be said .[Disclaimer : everything posted here will be my own work (p.s. work here means everything written and not the images) unless mentioned otherwise. Please do not copy.]